hakiem11
Kamis, 17 Oktober 2013
Minggu, 13 Oktober 2013
Rabu, 11 September 2013
Mati . . .
Siapkan pundi2 bekalmu
untuk masa yg pasti menantimu
bila kmatian datang mnjmputmu
sampilah sudah batas hayatmu.
Tibalah saatnya kau bertaubat
dari sgala prilaku jahat
hendaklah waspada wahai umat.
Di hari kiamat kau akan menyasal
karna kau pergi tanpa bekal
di tmpat yg slalu dirundung sial
pristiwa yg menanti di balik ajal.
Tidakkah Anda merasa kecewa
sahabatmu yg senyum ceria
karna bekal yg cukup tersedia
sedang dirimu haus dahaga.
28 Kalimat Bijak
1. Kemarahan adalah suatu kondisi dimana lidah bekerja lebih cepat daripada pikiran.
2. Anda tidak dapat mengubah masa lampau, tapi anda dapat merusakkan masa kini dengan merisaukan masa depan .
3. Allah selalu memberikan yang terbaik kepada mereka yang menyerahkan pilihan itu kepadaNya.
4. Semua orang tersenyum didalam bahasa yang sama.
5.
Pelukan itu adalah pemberian yang besar. Satu ukuran saja tapi cocok
untuk semua . Itu dapat diberikan pada setiap masa dan mudah untuk
dipertukarkan.
6. Setiap orang perlu untuk dikasihi…teristimewa sekali apabila mereka tidak layak untuk menerimanya.
7. Ukuran yang sesungguhnya dari kekayaan seseorang adalah kalau dia sudah engadakan investasi bagi masa kekekalan diakhirat.
8. Tertawa itu adalah merupakan sinar suryanya Tuhan.
9. Setiap orang mempunyai keindahan tapi tidak setiap orang melihatnya.
10. Adalah penting bagi orang tua untuk menghidupkan hal-hal yang sama dengan apa yang mereka ajarkan.
11. Berterima kasihlah kepada Allah untuk apa yang anda dapat .PASRAHKANLAH KEPADA Allah untuk apa yang anda perlukan.
12.
Kalau anda memenuhi hati anda dengan penyesalan hari kemarin dan
kekuatiran hari esok, maka anda tidak mempunyai hari ini untuk
disyukuri.
13. Kenangan bahagia tidak pernah lapuk..hidupkanlah itu kembali sesering yang anda kehendaki.
14. Rumah itu adalah tempat dimana kita paling banyak mengomel, tapi seringkali diperlakukan secara paling baik.
15. Pilihan yang anda buat hari ini biasanya mempengaruhi hari esok anda.
16. Ambillah kesempatan untuk tertawa, karena itu adalah musik dari jiwa.
17. Kalau seseorang membicarakan keburukan anda, hiduplah demikian rupa sehingga tidak ada seorang pun mempercayainya.
18.
Kesabaran adalah kesanggupan untuk menetralkan versneling mobil anda
pada saat anda merasa ingin untuk merombak versneling itu.
19. Cinta itu diteguhkan dengan jalan melalui pertikaian bersama-sama.
20. Hal yang terbaik yang dapat dilakukan orang tua bagi anak-anak mereka adalah saling mengasihi satu sama lain .
21. Kata-kata yang kasar tidak dapat meremukkan tulang tapi itu dapat meremukkan hati.
22. Untuk keluar dari kesulitan, seseorang biasanya harus berjalan menembusnya.
23. Kita selalu menganggap sudah selayaknya hal-hal yang seharusnya kita bersyukur untuk itu.
24. Cinta Kasih adalah satu-satunya hal yang dapat kita bagikan tanpa menjadikannya berkurang.
25. Kebahagiaan itu ditingkat oleh orang-orang lain tapi tidak bergantung pada orang-orang lain.
26. Anda menjadi lebih kaya hari ini kalau anda sudah tertawa, sudah memberikan sesuatu ataupun mengampuni seseorang.
27.
Untuk setiap menit yang anda marah kepada seseorang, anda kehilangan 60
detik kebahagiaan yang anda tidak dapat peroleh kembali.
28.
Perbuatlah apa yang anda dapat, kepada siapa pun yang anda boleh
lakukan, dengan apa yang ada pada anda ,dan dimanapun anda berada
MENGAPA HARUS PUASA?
MENGAPA HARUS PUASA?
[Melirik Puasa dari Sudut Pandang Kesehatan]
Diancang Oleh: Drs. Abdurrachman, MA
Arti Puasa
PUASA atau shiyam dalam bahasa Alquran berarti “menahan diri”. Alquran ketika menetapkan kewajiban puasa tidak menegaskan bahwa kewajiban tersebut datang dari Allah, tetapi redaksi yang digunakannya dalam bentuk pasif: “Diwajibkan atas kamu berpuasa.” [QS. Al-Baqarah: 183]. Agaknya, redaksi tersebut sengaja dipilih untuk mengisyaratkan bahwa puasa tidak harus merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah, tetapi manusia itu sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya pada saat ia menyadari betapa banyak manfaat di balik puasa itu. Betulkah? Tulisan ini diancang khusus untuk menjawab pertanyaan ini, yakni meninjau puasa dari sudut pandang kesehatan.
Puasa adalah Perisai
Puasa, baik yang wajib maupun sunah, menjadi hiasan akhlak nabi Muhammad Saw. Di samping puasa wajib, beliau sangat tertarik dengan puasa sunah. Puasa “Senin Kamis” beliau sangat gemari. Namun, beliau dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa, “Sesungguhnya puasa yang aku paling cintai adalah puasa nabi Daud.” Puasa nabi Daud ini dalam prakteknya dilakukan secara selingan, yakni sehari puasa dan sehari tidak, dan begitu seterusnya dalam bilangan tertentu. Riwayat lain menyebutkan: “As-shiyaamu junnah.” Puasa itu perisai. Bahkan ada hadis menyatakan bahwa “Puasa itu benteng [sistem imun/kekebalan tubuh].” [HR. Bukhari dan Muslim]. Mari kita lihat korelasi ungkapan nabi ini dengan pendapat para pakar kesehatan.
Ahmad Syarifuddin, dalam bukunya: Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, dengan pengantar Prof. Dr. Dadang Hawari, memaparkan, “Bentuk perisai yang tumbuh dari aktivitas puasa menurut para pakar kesehatan adalah bertambahnya sel darah putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus dan sel kanker yang bersarang dalam tubuh. Hal ini menjadikan orang-orang yang berpuasa memiliki daya tahan dan kekebalan tubuh yang meningkat. Karena itu, mereka kelihatan lebih sehat dan tidak mudah terserang penyakit seiring dengan kegiatan puasa yang dijalaninya dengan baik.” Sebuah penelitian di Universitas Osaka, Jepang yang dilaksanakan pada tahun 1930 menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara puasa dengan meningkatnya kekebalan tubuh. Lebih jauh, penelitian itu menyebutkan, “Setelah memasuki hari ke-7 berpuasa, jumlah sel darah putih dalam darah orang-orang yang berpuasa meningkat. Pada minggu pertama [hari ke-1 sampai ke-6] berpuasa, tidak ditemukan pertumbuhan sel darah putih. Namun, pada hari ke-7 sampai ke-10, penambahan sel darah putihnya pesat sekali. Penambahan sel darah putih ini secara otomatis meningkatkan kekebalan tubuh. Sel-sel darah putih ini berfungsi melawan peradangan yang ada dalam tubuh, sehingga banyak penyakit radang yang dapat disembuhkan dengan berpuasa, seperti radang tenggorokan, radang hidung, radang amandel, radang lambung yang kronis, radang usus kronis, dan radang persendian.” Rekomendasi hasil penelitian tersebut dapat dipahami bahwa semua orang yang melaksanakan puasa berturut-turut sampai lebih dari 7 hari, maka dia akan memiliki cadangan sel darah putih yang banyak. Hal tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa sistem imunitas atau kekebalannya meningkat. Kekebalan inilah yang merupakan perisai bagi tubuh dari serangan penyakit, bahkan mampu menyembuhkan radang [inflammation].
Penelitian terbaru di Jepang yang berjudul Alterations in Lymphocyte Subsets and Pituitary-Adrenal Gland-Related Hormones During Fasting [Perubahan di dalam Lymphocyte Subts dan Hormon Pituitary-Adrenal yang Terkait dengan Hormon Selama Puasa], menyebutkan: “Kami menyelidiki perubahan di dalam sistem kekebalan endokrin/immunoendocrine [kekebalan kelenjar endokrin, yang mencurahkan getahnya langsung ke dalam darah] selama puasa. Sepuluh pasien rumah sakit yang diopname, berumur 14-46 tahun, dengan gangguan psikosomatik [hal berkenaan dengan kejiwaan] berpuasa selama 7 atau 10 hari. Contoh darah telah diambil sebagai sampel sebelum dan pada saat hari-hari ke-3 dan ke-7 dari 7 hari puasa. Ketika puasa diteruskan sampai 10 hari, sebuah sampel tambahan diambil pada saat puasa hari ke-10. Kami mengukur sel-sel darah [sel-sel darah putih dan jumlah lymphocyte]. Walaupun jumlah total lymphocytes berkurang selama puasa, aktivitas NK cell meningkat secara signifikan. Konsentrasi plasma cortisol dan DHEAS juga meningkat secara signifikan. Sebaliknya, perubahan dalam konsentrasi corticotrophin tidaklah signifikan. Jumlah dan presentase dari sel CD4 menunjukkan korelasi negatif dengan konsentrasi cortisol selama puasa. Tidak terjadi adanya perubahan yang ditemukan dalam cytokines atau interleukin receptors sepanjang studi itu. Setiap tindakan penting immunoendocrine yang berubah selama berpuasa dikembalikan pada keadaan sebelum puasa selama periode pemberian makan kembali.” Penemuan ini menunjukkan bahwa puasa mempengaruhi variabel kekebalan seperti T-Cel dan aktivitas sel NK, sekurangnya sebagian melalui perubahan dalam hormon-hormon yang terkait dengan kelenjar adrenal ginjal.
Sel darah putih [juga disebut leukosit] merupakan komponen utama dalam sistem imun kita. Ada beberapa jenis sel darah putih, beberapa di antaranya adalah neutrofil, makrofag, dan limfosit. Ketiga jenis sel darah putih tersebut memiliki mekanisme yang berlainan untuk melindungi tubuh. Neutrofil dan makrofag melindungi tubuh terhadap organisme penyusup seperti kuman-kuman virus, bakteri, atau partikel asing lain dengan cara menelan substansi tersebut. Sel-sel ini juga dapat menelan jaringan rusak atau mati yang ada di dalam tubuh. Proses menelan organisme itu disebut fagositosis, dengan demikian makrofag dan neutrofil dikategorikan sebagai fagosit. Selain sebagai fagofitosis, bakteri yang sudah ditelan oleh makrofag atau neutrofil kemudian akan dicerna. Tampaknya, fagosit harus selektif dalam memilih materi yang harus difagositosis. Karena jika tidak, beberapa sel atau struktur normal dalam tubuh akan ikut ditelan. Sel dan partikel asing [antigen] tidak dikenali sebagai “diri” sehingga memperbesar kemungkinannya untuk ditelan. Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri akan ditempeli suatu antibody, sehingga menjadikannya sangat rentan terhadap fagositosis. Sebuah neutrofil biasanya dapat menelan 5 sampai 20 bakteri sebelum menjadi inaktif dan mati. Makrofag jauh lebih kuat daripada neutrofil dan mampu menelan sampai 100 bakteri. Makrofag juga mampu menelan partikel yang jauh lebih besar, seperti parasit malaria dan jaringan tubuh yangb rusak, sedangkan neutrofil tidak mampu menelan partikel yang ukurannya melebihi bakteri. Dengan puasa lebih dari enam hari, maka jumlah neutrofil dan makrofag bertambah banyak, sehingga mampu menelan benda-benda asing yang masuk ke dalam darah. Dari sini dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan perisai atau pelindung [junnah] di sini bukan hanya bersifat batin, yaitu melindungi diri dari bahaya nafsu saja. Tetapi lebih dari itu, puasa juga perisai atau benteng dari malapetaka fisik. Puasa bukan sekedar berimplikasi “nanti” di akhirat, bukan sekadar perisai manusia dari api neraka, tetapi juga perisai dari api dunia.
Detoksifikasi
Menurut Andang Gunawan dalam bukunya, Food Combining: Kombinasi Makanan Serasi, Pola Makan untuk Langsing dan Sehat, detisifikasi adalah proses pengeluaran zat-zat yang memiliki sifat toksin/ racun dari dalam tubuh. Puasa terbukti efektif dalam proses detoksifikasi yang bersifat total dan holistik. Orang yang mengerjakan puasa akan mengalami krisis detoksifikasi atau krisis penyembuhan, pembersihan fisik dan peningkatan jiwa. Efek samping dari detoksifikasi ini ditandai dengan salah satunya berupa pilek, flu atau demam ringan. Puasa untuk tujuan detoksifikasi dapat dilakukan selama 2 sampai 14 hari, tergantung pada kondisi tubuh dan tingkat asidosis di dalam tubuh. Puasa selama 7 sampai 10 hari terbukti aman bagi siapa saja. Puasa sepanjang waktu itu ternyata sangat efektif untuk tujuan pembersihan bagian dalam, regenerasi sel, dan peremajaan tubuh, asalkan dilakukan secara teratur dan berkala.
Puasa sangat membantu dalam penyembuhan berbagai penyakit, antara lain, asma, alergi, pilek, flu, bronchitis, asam urat, rematik, kanker stadium dini, insomnia, depresi, stress, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyumbatan pembuluh koroner, penyumbatan pembulu arteri, obsesitas, sariawan, mag/ nyeri lambung, migraine [sakit kepala], demam, penyakit-penyakit kulit, dan ketergantungan obat, nikotin, alkohol, dan narkotika.
Dalam kaitannya dengan kulit dan mata, Dr. R. Cinque menyebutkan bahwa puasa dapat menyebabkan kulit menjadi halus dan bersih, serta mampu menjernihkan pandangan mata. Terapi puasa mampu meningkatkan proses detoksifikasi dari dalam tubuh sendiri. Organ sistem eliminasi dan detoksifikasi meliputi kulit, paru-paru, ginjal, hati, getah bening, dan usus besar. Keutamaan puasa yang lain adalah dengan puasa terjadi pembaruan sel-sel tubuh dari berbagai jenis racun. Saat puasa, sekian banyak lemak yang tertimbun di dalam tubuh akan beralih ke hepar/ liver, hingga lemak itu dapat dimanfaatkan, lalu dari sana keluar racun yang sudah melebur di dalamnya, lalu hilang sama sekali dari tubuh. Dr. Abdul Jawad Al-Shawi menyatakan bahwa zat amino acid membentuk komposisi organik dalam sel. Saat puasa, keasaman yang berasal dari makanan, berkumpul dengan keasaman yang dihasilkan dari proses penghancuran. Saat puasa, pembentukan sel akan kembali setelah ada penghancuran dan prosesnya, kemudian disebarkan menurut keperluan sel-sel tubuh. Dengan begitu ada kesempatan untuk terjadinya komposisi baru bagi sel-sel, yang memperbaikinya dan mengangkat efektivitas kerjanya, yang pada akhirnya mendatangkan kesehatan bagi tubuh manusia dan menambah kesehatannya.
Puasa dalam Islam adalah satu-satunya sistem penyembuhan pencernaan yang paling ideal dalam memperbaiki optimalisasi fungsi liver, yang menambahinya dengan fatty acid dan amino organic selama rentang waktu antara buka puasa dan sahur, sehingga kemudian membentuk inti protein, cairan phosphate, cholesterol, dan lain-lain untuk pembentukan sel-sel baru. Pembersihan sel hati atau hepar/ liver dari lemak yang berkumpul di dalamnya setelah makan, juga dapat terjadi pada siang hari saat puasa. Maka, dengan begitu hepar/ liver tidak akan terserang cirrhosis liver [gangguan pada jaringan hati]. Dalam tubuh kita, hati [liver] menempati bagian kanan atas rongga perut. Hati adalah organ tubuh terbesar dengan berat kurang lebih 1,5 kg dan memiliki fungsi yang sangat banyak dan berat. Ia menjalankan lebih dari 500 proses. Hati berperan sangat penting dalam proses pembersihan darah dan sisa-sisa zat hasil reaksi dan sel-sel darah mati. Seluruh sari makanan dari usus akan melewati hati, dan hati mengatur jumlah keperluan yang akan diedarkan ke seluruh tubuh. Kelebihan asam amino dan glukosa akan disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Hati juga memproduksi cairan empedu yang diperlukan untuk memecahkan senyawa lemak, sehingga dapat dicerna dan diserap usus. Hati yang merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh itu memiliki fungsi antara lain, sebagai kelenjar ekskresi, menghasilkan cairan empedu, tempat menyimpan gula dalam bentuk glikogen, membentuk maupun merombak zat protein tertentu dan sel darah merah [proses metabolisme], dan sebagai detoksifikasi [menetralisir racun yang ada]. Manfaat lain, tidak akan ketimpangan fungsional karena tidak terbentuknya materi yang dapat mengalihkan lemak darinya, yaitu lemak yang bertumpuk-tumpuk, yang pembentukannya dapat dihindari karena mengosongkan perut atau memakan makanan yang tidak berlemak.
Dr. Bahar Azwar, Sp.B.Onk., dalam bukunya, Puasa Menurut Ilmu Kesehatan, menyebutkan bahwa puasa berfungsi sebagai pembersihan tubuh. Di saat tubuh kekurangan energi karena puasa, maka otak yang paling banyak membutuhkannya mulai bereaksi. Rangsangannya memaksa kelenjar pangkreas mengeluarkan hormon glucagon. Ia bekerja membakar glikogen yang tersimpan dalam hati menjadi glukosa. Energi tercukupi dan hati menjadi ringan. Bila masih belum cukup, dimulailah pembakaran lemak yang menumpuk di berbagai bagian tubuh, seperti pembulu koroner yang mendarahi jantung, hati, usus, dan ginjal. Bersama dengan pengurangan bebannya, organ-organ tersebut bertambah kuat. Sesak napas akan berkurang. Usus akan lebih bergairah. Buang air besar menjadi lancar. Selain itu, berat badan akan berkurang dan tubuh menjadi enteng. Lebih jauh, Dr. Bahar menyebutkan manfaat puasa, yaitu berkurangnya lemak dan kolesterol sehingga mencegah penyakit jantung, pikiran menjadi tenang, pekerjaan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh menjadi ringan, tekanan darah yang tinggi akan berkurang, sehingga sakit kepala yang dapat diakibatkannya akan hilang. Beban ginjal yang mengeluarkan racun-racun tubuh dalam air kemih juga berkurang, sakit pinggang karena ginjal akan berkurang, terjadi pembaruan sel organ-organ tubuh [jantung semakin muda, napas menjadi lapang, ginjal hemat, dan lain-lain, semuanya akan menghambat ketuaan].
Dari sini dapat dipahami bahwa aktivitas puasa [Ramadhan dan puasa sunah lainnya] mampu mencegah dan membersihkan kandungan lemak dalam hati [hepar/ liver]. Sehingga, puasa mampu meningkatkan kinerja hati dalam menetralisir toksin [racun-racun] yang masuk ke dalam tubuh. Bahkan Hippocrates, yang dianggap sebagai bapak kesehatan modern, menyebutkan, “If you feed a cold you will have to starve a vefer” [jika kamu merasa demam, sebaiknya kamu berspuasa]. Begitu juga Benyamin Franklin menyebutkan, “The best of all medicine are rest and fasting” [obat terbaik dari segala obat adalah istirahat dan puasa].
Jika suatu penyakit ditemui, ada cara jitu yang dapat diambil untuk mengurangi lamanya dan gejala rasa sakit. Kunci dalam permasalahan ini adalah menopang dan mendukung kemampuan tubuh dalam detoksifikasi. Cara ini merupakan langkah terbaik untuk dilaksanakan yaitu melalui puasa [fasting] dan istirahat fisik. Puasa pada intinya adalah “istirahat kimiawi” [chemical rest] bagi organ dalam. Dengan penyederhanaan makanan, hal itu akan mempermudah proses detoksifikasi organ utama, ginjal dan hati, dan sekaligus mempercepat proses itu.
Herbert M. Shelton, penulis buku The Higienic System, menyebutkan bahwa keuntungan yang didapatkan setelah melakukan fasting ‘puasa’ [yang membedakan dengan starving ‘kelaparan’] adalah sebagai berikut. Pernapasan yang selama berpuasa telah begitu ofensif menjadi bersih dan manis, lidah menjadi bersih, temperatur tubuh yang tidak normal menjadi normal, denyut nadi menjadi normal waktu dan iramanya, reaksi kulit dan reaksi organ lainnya menjadi normal, bau yang tidak sedap di mulut menjadi berhenti, air ludah menjadi normal, mata menjadi terang dan penglihatan mata menjadi meningkat, air seni menjadi bersih, … puasa adalah sebuah proses pembersihan dan sebuah istirahat fisiologis yang menyiapkan tubuh untuk kehidupan masa datang yang lebih baik.
Begitu juga dalam situs Anti Aging, disebutkan tentang manfaat puasa dalam mencegah dan menyembuhkan infeksi, “Puasa telah menunjukkan adanya peningkatan respon kekebalan [immune] untuk menghindarkan dan menghapuskan infeksi. Para peneliti menyatakan bahwa setelah berpuasa selama 14 hari, maka kandungan immunoglobin dalam tubuh meningkat bersamaan dengan meningkatnya monocytes dan lymphocyte. [Monocyte/monosit adalah sejenis leucosit dengan satu inti, bersifat fagositik [mampu menelan dan menghancurkan bakteri, benda asing]: limfosit adalah sejenis leucosit dengan inti tunggal tak bersegmen, berperan dalam proses kekebalan].”
Berkaitan dengan infeksi pula, Dr. Otto Buchinger, seorang dokter di Jerman, menyebutkan bahwa jika ada orang yang tengah menderita radang selaput paru, telinga dan bisul, kesembuhannya akan lebih cepat bila orang tersebut berpuasa. Puasa juga mempengaruhi hati atau hepar. Setelah glikogen habis, maka hati meruntuhkan lemak sehingga kinerja hati menjadi lebih baik.
Puasa yang teratur dan terjadwal, sebagaimana puasa satu bulan di bulan Ramadhan yang terjadwal setiap tahun, mampu membuat pelakunya mempunyai ketahanan/ imunitas yang optimal. Sehingga, aman dari ancaman penyakit dan epidemi dibandingkan orang yang tidak berpuasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokter Tilden, yang mengatakan, “Semua penyakit yang akut dapat dicegah jika diantisipasi dengan puasa, dengan jangka waktu yang cukup. Hal tersebut mampu menurunkan akumulasi toksin di bawah batas toleransi. Suatu antisipasi puasa mampu membentuk suatu kekebalan yang dapat bertahan dari segala penyakit. Jika suatu kasus epidemic [wabah penyakit] terlambat diketahui, maka hal ini akan memperburuk kondisi. Jika hal ini terjadi dalam lingkup kota, maka perlu dianjurkan pada penduduk kota tersebut untuk segera berpuasa selama beberapa hari, serta melaksanakan petunjuk puasa dengan sungguh-sungguh. Hal tersebut menyebabkan wabah dapat dikurangi penyebarannya. Dari disiplin medis, berpuasa dipandang sebagai pembatasan konsumsi yang meliputi pembatasan konsumsi zat-zat gizi dalam makanan. Dr. Otto Buchinger melakukan penelitian mengenai puasa. Ia mendirikan sebuah rumah sakit di Jerman. Dalam beberapa resep yang diberikan kepada pasien-pasiennya, sang dokter menyarankan puasa sebagai terapi medis. Menurutnya, tubuh manusia memerlukan zat-zat makanan melalui makanan untuk menyusun sel-sel baru dan tenaga. Oleh karena itu, bila dalam beberapa minggu [4 minggu lebih] tidak menerima zat-zat tadi, terjadi perangsangan. Dapat disimpulkan bahwa dalam berpuasa, seseorang tengah melakukan detoksifikasi [pembersihan dari racun-racun yang bersarang dalam tubuh]. Orang yang berpuasa, telah meruntuhkan zat-zat yang mengganggu, atau yang membuat tubuh menjadi sakit seperti timbunan zat-zat asing, nanah, getah-getah penyakit dan sebagainya. Dengan cepat bahan-bahan tersebut diambil oleh darah untuk dikeluarkan. Dalam keadaan kekurangan makanan, bagian-bagian tubuh yang lemah diruntuhkan. Lalu sisa-sisa runtuhan zat putih telor yang patogis dalam darah orang yang berpuasa jadi biokatalisator yang bekerja biodinamis menyembuhkan. Ini lebih baik daripada pengobatan zat putih telor dari luar. Jika ada orang yang menderita radang selaput paru, telinga dan bisul, kesembuhannya akan lebih cepat bila orang tersebut berpuasa.
Selain itu, puasa juga mempengaruhi darah, suhu, kencing dan mudah beku, sel bertambah. Suhu badan menjadi menurun dari 0,5 hingga 1 derajat. Banyaknya air kencing berkurang dan jadi lebih banyak mengandung darah. Namun, tekanan darah menurun dan denyut nadi melambat menjadi 50 tiap menit, terutama pada jantung yang kuat. Dalam berpuasa, alat pencernaan dan alat peredaran darah beristirahat. Puasa juga mempengaruhi hati atau hepar [lever]. Setelah glikogen habis, maka hati membutuhkan lemak. Mulanya kegiatan membuat empedu bertambah tetapi lama-kelamaan berkurang. Kandung empedu cenderung untuk mengempis dengan keras sehingga kersik, lendir, dan batu-batu keluar bersama kotoran.
Dari berbagai pendapat di atas, terdapat benang merah tentang puasa dan hubungannya dengan kekebalan tubuh dan kesehatan. Hal inilah yang akan menjadi perisai bagi setiap orang yang mengamalkannya. Bahwa orang-orang yang berpuasa Ramadhan [juga puasa sunah], dan disertai shalat malam, maka seluruh sel organ [hati, jantung, paru-paru, darah, mata, telinga, dll.] di dalam tubuhnya yang telah aus akan berganti dengan sel-sel baru, sehingga laksana seorang bayi yang baru lahir. Sel-sel yang baru tersebut menyebabkan kinerja organ tubuh bertambah baik dan mampu bertahan dari segala serangan penyakit [kebal]. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad mengisyaratkan tentang bergantinya organ laksana organ bayi yang baru dilahirkan, “Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunahkan shalat di malam harinya. Barang siapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap pahala [keridhaan] Allah, maka ia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.” Dari sini, kita harus menyatakan bahwa puasa adalah kebutuhan. Ke sinilah pengertian penggalan surat Al-Baqarah: 183 pada bagian awal pembicaraan bahwa puasa tidak harus merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah, tetapi manusia itu sendiri akan mewajibkannya atas dirinya.
Untuk memudahkan ingatan kita pada manfaat luar biasa puas, di sini penulis uraikan kembali kesimpulan penelitian para dokter ahli di bidang puasa sebagai berikut:
· Puasa Ramadhan berfungsi: mencapai iman dan takwa [Al-Baqarah: 185].
· Puasa Ramadhan dan puasa Sunah berfungsi: tubuh menjadi sehat, perisai tubuh/junnah [pelindung/kekebalan tubuh] [Nabi Muhammad Saw.].
· Setelah 7 hari puasa dan seterusnya, berfungsi: sel darah putih meningkat pesat [Universitas Osaka, Jepang].
· Puasa Ramadhan berfungsi: memperbaiki optimalisasi fungsi liver, yang menambahinya dengan fatty acid dan amino organic selama rentan waktu antara buka puasa dan sahur, sehingga kemudian membentuk inti protein, cairan phosphate, cholesterol, dan lain-lain untuk pembentukan sel-sel baru [Dr. Abdul Jawad Al-Shawi].
· Puasa 2 sampai 14 hari, puasa selama 7 sampai 10 hari berfungsi: detoksifikasi; sangat efektif untuk tujuan pembersihan bagian dalam, regenerasi sel, dan peremajaan tubuh [Andang Gunawan].
· Puasa Ramadhan berfungsi: bertambahnya sel darah putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker yang bersarang pada tubuh, memiliki daya tahan dan kekebalan tubuh yang meningkat [Ahmad Syarifuddin].
· Puasa berfungsi: menyembuhkan sakit demam [Hippocrates].
· Puasa 7 sampai 10 hari berfungsi: penambahan sel darah putih pesat sekali [Universitas Osaka, Jepang].
· Puasa 7 sampai 10 hari berfungsi: Aktivitas NK cell meningkat secara signifikan. Konsentrasi plasma cortisol dan DHEAS juga meningkat secara signifikan [Faculty of Medicine , Kyushu University, Fukuoka, Jepang].
· Puasa berfungsi: sebagai obat terbaik dari segala obat [Benjamin Franklin].
· Puasa berfungsi: menguatkan fungsi detoksifikasi pada organ hati dan ginjal [Natural Immune System Diet].
· Puasa berfungsi: sebagai sebuah proses pembersihan dan sebuah istirahat fisioligis yang menyiapkan tubuh untuk kehidupaan masa datang yang lebih baik [Herbert M. Shelton].
· Puasa dengan jangka waktu yang cukup, berfungsi: mencegah penyakit akut, mengurangi penyebaran epidemi [wabah penyakit] [Dokter Tilden].
· Puasa berfungsi: menjadikan kulit halus dan bersih serta pandangan mata jadi jernih [Dr. R. Cinque].
· Setelah berpuasa selama 14 hari berfungsi: mencegah dan menyembuhkan infeksi, kandungan immunoglobin dalam tubuh meningkat bersamaan dengan meningkatnya monocytes dan lymphocyte [Situs AntiAgingEurope.Com].
· Puasa sebagai terapi medis berfungsi: meningkatkan kinerja hati, menyembuhkan radang penyakit paru, radang telinga dan bisul [Dr. Otto Buchinger].
Kesimpulan di atas memberi wawasan baru tentang penting dan banyaknya hikmah puasa. Itulah hikmah mengapa Allah memberi dorongan besar berupa pahala yang banyak kepada orang yang puasa Ramadhan [termasuk puasa sunah], yaitu agar setiap orang benar-benar melaksanakannya. Allah Swt berkehendak untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman. Maka, barang siapa yang melaksanakannya dengan penuh keimanan akan mendapat rahmat. Bacalah, sebagaimana disebutkan dalam hadis, dari Ubaidah bin Shamit ra, bahwa pada suatu hari menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah Saw bersabda: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Pada bulan itu, Allah akan meliputi kamu dengan menurunkan rahmat, menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu, dan pada bulan itu doa dikabulkan. Allah memandang pada perlombaan kamu pada bulan itu dan membangga-banggakan kamu kepada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah akan kebaikanmu. Sesungguhnya orang yang celaka pada bulan itu ialah orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah.” [HR. Al-Thabrani].
Betapa sudah kita perhatikan sebelumnya bahwa ketika bulan Ramadhan tiba, kaum Muslimin yang imannya rendah pun ikut berpuasa. Kaum Muslimin yang biasanya malas shalat pun menjadi rajin shalat dan ikut berpuasa. Seakan-akan Allah berkehendak untuk memberi rahmat kepada umat ini. Sekali lagi, inilah hikmah yang tersembunyi di balik kata Ramadhan, bahwa kata tersebut mempunyai kata dasar ramadha-yarmudhu-ramadhan yang berarti “panas membakar”. Bukan sekedar membakar sifat-sifat buruk kita, juga bukan sekedar membakar kekuatan-kekuatan setan yang selalu mengganggu manusia, namun ia juga membakar lemak tubuh, virus, bakteri, dan semua penyebab sakit, termasuk radikal bebas [oksidan]. Radikal bebas adalah sebuah molekul atau lebih yang kehilangan elektron, sehingga cenderung merebut [merusak] elektron dari molekul-molekul di sekitarnya, yang merupakan bagian penyusun dari sel atau jaringan tubuh. Dalam waktu lama, kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas akan menjadikan tubuh seseorang semakin layu, kusut menua, serta sering terserang penyakit.
Maka berangkat dari pemahaman itu, tiap kita membutuhkan benteng/perisai tubuh. Benteng/perisai terhadap panas membakar Ramadhan hanya dimiliki oleh orang yang beriman yang mengamalkan puasa Ramadhan [termasuk puasa sunah]. Inilah buah kesabaran orang-orang yang benar-benar beriman. Sebuah hadis qudsi menyebutkan bahwa, “Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya ganjaran,” dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman-Nya: “…Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [QS. Al-Zumar: 10]. Berkaitan dengan ayat ini, M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa orang sabar yang dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara puasa dengan kesabaran. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan orang yang sabar adalah orang yang berpuasa di bulan Ramadhan [juga termasuk puasa sunah]. Bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang ahli puasa, karena mereka memiliki pengendalian diri sehingga merekalah yang akan mendapat rahmat [termasuk kesehatan]. Bahwa Allah sendiri yang akan terjun menyelamatkan mereka karena kesabarannya. “Dan mintalah pertolongan [kepada Allah] dengan cara sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian ini berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” [QS. Al-Baqarah: 45]. Akan tetapi, bagaimanapun beratnya, “Berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui [cerdas].” [QS. Al-Baqarah: 184]. Bila merenungkan semua isi tulisan ini, masya Allah, terjawab sudah benang merah kebenaran Alquran dan hadis Rasulullah Saw. Maha Benar Allah yang telah menurunkan Rasul-Nya dengan kebenaran, dan berbahagialah orang yang beriman dan beramal shaleh. Ayo berpuasa, jika Anda ingin disayang oleh Allah dan jika Anda menyayangi diri Anda. Gunakan kesempatan, jangan tunda amal Anda. Selamat berpuasa! [Edisi Pebruari 2010].
Diancang Oleh: Drs. Abdurrachman, MA
Arti Puasa
PUASA atau shiyam dalam bahasa Alquran berarti “menahan diri”. Alquran ketika menetapkan kewajiban puasa tidak menegaskan bahwa kewajiban tersebut datang dari Allah, tetapi redaksi yang digunakannya dalam bentuk pasif: “Diwajibkan atas kamu berpuasa.” [QS. Al-Baqarah: 183]. Agaknya, redaksi tersebut sengaja dipilih untuk mengisyaratkan bahwa puasa tidak harus merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah, tetapi manusia itu sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya pada saat ia menyadari betapa banyak manfaat di balik puasa itu. Betulkah? Tulisan ini diancang khusus untuk menjawab pertanyaan ini, yakni meninjau puasa dari sudut pandang kesehatan.
Puasa adalah Perisai
Puasa, baik yang wajib maupun sunah, menjadi hiasan akhlak nabi Muhammad Saw. Di samping puasa wajib, beliau sangat tertarik dengan puasa sunah. Puasa “Senin Kamis” beliau sangat gemari. Namun, beliau dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa, “Sesungguhnya puasa yang aku paling cintai adalah puasa nabi Daud.” Puasa nabi Daud ini dalam prakteknya dilakukan secara selingan, yakni sehari puasa dan sehari tidak, dan begitu seterusnya dalam bilangan tertentu. Riwayat lain menyebutkan: “As-shiyaamu junnah.” Puasa itu perisai. Bahkan ada hadis menyatakan bahwa “Puasa itu benteng [sistem imun/kekebalan tubuh].” [HR. Bukhari dan Muslim]. Mari kita lihat korelasi ungkapan nabi ini dengan pendapat para pakar kesehatan.
Ahmad Syarifuddin, dalam bukunya: Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, dengan pengantar Prof. Dr. Dadang Hawari, memaparkan, “Bentuk perisai yang tumbuh dari aktivitas puasa menurut para pakar kesehatan adalah bertambahnya sel darah putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus dan sel kanker yang bersarang dalam tubuh. Hal ini menjadikan orang-orang yang berpuasa memiliki daya tahan dan kekebalan tubuh yang meningkat. Karena itu, mereka kelihatan lebih sehat dan tidak mudah terserang penyakit seiring dengan kegiatan puasa yang dijalaninya dengan baik.” Sebuah penelitian di Universitas Osaka, Jepang yang dilaksanakan pada tahun 1930 menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara puasa dengan meningkatnya kekebalan tubuh. Lebih jauh, penelitian itu menyebutkan, “Setelah memasuki hari ke-7 berpuasa, jumlah sel darah putih dalam darah orang-orang yang berpuasa meningkat. Pada minggu pertama [hari ke-1 sampai ke-6] berpuasa, tidak ditemukan pertumbuhan sel darah putih. Namun, pada hari ke-7 sampai ke-10, penambahan sel darah putihnya pesat sekali. Penambahan sel darah putih ini secara otomatis meningkatkan kekebalan tubuh. Sel-sel darah putih ini berfungsi melawan peradangan yang ada dalam tubuh, sehingga banyak penyakit radang yang dapat disembuhkan dengan berpuasa, seperti radang tenggorokan, radang hidung, radang amandel, radang lambung yang kronis, radang usus kronis, dan radang persendian.” Rekomendasi hasil penelitian tersebut dapat dipahami bahwa semua orang yang melaksanakan puasa berturut-turut sampai lebih dari 7 hari, maka dia akan memiliki cadangan sel darah putih yang banyak. Hal tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa sistem imunitas atau kekebalannya meningkat. Kekebalan inilah yang merupakan perisai bagi tubuh dari serangan penyakit, bahkan mampu menyembuhkan radang [inflammation].
Penelitian terbaru di Jepang yang berjudul Alterations in Lymphocyte Subsets and Pituitary-Adrenal Gland-Related Hormones During Fasting [Perubahan di dalam Lymphocyte Subts dan Hormon Pituitary-Adrenal yang Terkait dengan Hormon Selama Puasa], menyebutkan: “Kami menyelidiki perubahan di dalam sistem kekebalan endokrin/immunoendocrine [kekebalan kelenjar endokrin, yang mencurahkan getahnya langsung ke dalam darah] selama puasa. Sepuluh pasien rumah sakit yang diopname, berumur 14-46 tahun, dengan gangguan psikosomatik [hal berkenaan dengan kejiwaan] berpuasa selama 7 atau 10 hari. Contoh darah telah diambil sebagai sampel sebelum dan pada saat hari-hari ke-3 dan ke-7 dari 7 hari puasa. Ketika puasa diteruskan sampai 10 hari, sebuah sampel tambahan diambil pada saat puasa hari ke-10. Kami mengukur sel-sel darah [sel-sel darah putih dan jumlah lymphocyte]. Walaupun jumlah total lymphocytes berkurang selama puasa, aktivitas NK cell meningkat secara signifikan. Konsentrasi plasma cortisol dan DHEAS juga meningkat secara signifikan. Sebaliknya, perubahan dalam konsentrasi corticotrophin tidaklah signifikan. Jumlah dan presentase dari sel CD4 menunjukkan korelasi negatif dengan konsentrasi cortisol selama puasa. Tidak terjadi adanya perubahan yang ditemukan dalam cytokines atau interleukin receptors sepanjang studi itu. Setiap tindakan penting immunoendocrine yang berubah selama berpuasa dikembalikan pada keadaan sebelum puasa selama periode pemberian makan kembali.” Penemuan ini menunjukkan bahwa puasa mempengaruhi variabel kekebalan seperti T-Cel dan aktivitas sel NK, sekurangnya sebagian melalui perubahan dalam hormon-hormon yang terkait dengan kelenjar adrenal ginjal.
Sel darah putih [juga disebut leukosit] merupakan komponen utama dalam sistem imun kita. Ada beberapa jenis sel darah putih, beberapa di antaranya adalah neutrofil, makrofag, dan limfosit. Ketiga jenis sel darah putih tersebut memiliki mekanisme yang berlainan untuk melindungi tubuh. Neutrofil dan makrofag melindungi tubuh terhadap organisme penyusup seperti kuman-kuman virus, bakteri, atau partikel asing lain dengan cara menelan substansi tersebut. Sel-sel ini juga dapat menelan jaringan rusak atau mati yang ada di dalam tubuh. Proses menelan organisme itu disebut fagositosis, dengan demikian makrofag dan neutrofil dikategorikan sebagai fagosit. Selain sebagai fagofitosis, bakteri yang sudah ditelan oleh makrofag atau neutrofil kemudian akan dicerna. Tampaknya, fagosit harus selektif dalam memilih materi yang harus difagositosis. Karena jika tidak, beberapa sel atau struktur normal dalam tubuh akan ikut ditelan. Sel dan partikel asing [antigen] tidak dikenali sebagai “diri” sehingga memperbesar kemungkinannya untuk ditelan. Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri akan ditempeli suatu antibody, sehingga menjadikannya sangat rentan terhadap fagositosis. Sebuah neutrofil biasanya dapat menelan 5 sampai 20 bakteri sebelum menjadi inaktif dan mati. Makrofag jauh lebih kuat daripada neutrofil dan mampu menelan sampai 100 bakteri. Makrofag juga mampu menelan partikel yang jauh lebih besar, seperti parasit malaria dan jaringan tubuh yangb rusak, sedangkan neutrofil tidak mampu menelan partikel yang ukurannya melebihi bakteri. Dengan puasa lebih dari enam hari, maka jumlah neutrofil dan makrofag bertambah banyak, sehingga mampu menelan benda-benda asing yang masuk ke dalam darah. Dari sini dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan perisai atau pelindung [junnah] di sini bukan hanya bersifat batin, yaitu melindungi diri dari bahaya nafsu saja. Tetapi lebih dari itu, puasa juga perisai atau benteng dari malapetaka fisik. Puasa bukan sekedar berimplikasi “nanti” di akhirat, bukan sekadar perisai manusia dari api neraka, tetapi juga perisai dari api dunia.
Detoksifikasi
Menurut Andang Gunawan dalam bukunya, Food Combining: Kombinasi Makanan Serasi, Pola Makan untuk Langsing dan Sehat, detisifikasi adalah proses pengeluaran zat-zat yang memiliki sifat toksin/ racun dari dalam tubuh. Puasa terbukti efektif dalam proses detoksifikasi yang bersifat total dan holistik. Orang yang mengerjakan puasa akan mengalami krisis detoksifikasi atau krisis penyembuhan, pembersihan fisik dan peningkatan jiwa. Efek samping dari detoksifikasi ini ditandai dengan salah satunya berupa pilek, flu atau demam ringan. Puasa untuk tujuan detoksifikasi dapat dilakukan selama 2 sampai 14 hari, tergantung pada kondisi tubuh dan tingkat asidosis di dalam tubuh. Puasa selama 7 sampai 10 hari terbukti aman bagi siapa saja. Puasa sepanjang waktu itu ternyata sangat efektif untuk tujuan pembersihan bagian dalam, regenerasi sel, dan peremajaan tubuh, asalkan dilakukan secara teratur dan berkala.
Puasa sangat membantu dalam penyembuhan berbagai penyakit, antara lain, asma, alergi, pilek, flu, bronchitis, asam urat, rematik, kanker stadium dini, insomnia, depresi, stress, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyumbatan pembuluh koroner, penyumbatan pembulu arteri, obsesitas, sariawan, mag/ nyeri lambung, migraine [sakit kepala], demam, penyakit-penyakit kulit, dan ketergantungan obat, nikotin, alkohol, dan narkotika.
Dalam kaitannya dengan kulit dan mata, Dr. R. Cinque menyebutkan bahwa puasa dapat menyebabkan kulit menjadi halus dan bersih, serta mampu menjernihkan pandangan mata. Terapi puasa mampu meningkatkan proses detoksifikasi dari dalam tubuh sendiri. Organ sistem eliminasi dan detoksifikasi meliputi kulit, paru-paru, ginjal, hati, getah bening, dan usus besar. Keutamaan puasa yang lain adalah dengan puasa terjadi pembaruan sel-sel tubuh dari berbagai jenis racun. Saat puasa, sekian banyak lemak yang tertimbun di dalam tubuh akan beralih ke hepar/ liver, hingga lemak itu dapat dimanfaatkan, lalu dari sana keluar racun yang sudah melebur di dalamnya, lalu hilang sama sekali dari tubuh. Dr. Abdul Jawad Al-Shawi menyatakan bahwa zat amino acid membentuk komposisi organik dalam sel. Saat puasa, keasaman yang berasal dari makanan, berkumpul dengan keasaman yang dihasilkan dari proses penghancuran. Saat puasa, pembentukan sel akan kembali setelah ada penghancuran dan prosesnya, kemudian disebarkan menurut keperluan sel-sel tubuh. Dengan begitu ada kesempatan untuk terjadinya komposisi baru bagi sel-sel, yang memperbaikinya dan mengangkat efektivitas kerjanya, yang pada akhirnya mendatangkan kesehatan bagi tubuh manusia dan menambah kesehatannya.
Puasa dalam Islam adalah satu-satunya sistem penyembuhan pencernaan yang paling ideal dalam memperbaiki optimalisasi fungsi liver, yang menambahinya dengan fatty acid dan amino organic selama rentang waktu antara buka puasa dan sahur, sehingga kemudian membentuk inti protein, cairan phosphate, cholesterol, dan lain-lain untuk pembentukan sel-sel baru. Pembersihan sel hati atau hepar/ liver dari lemak yang berkumpul di dalamnya setelah makan, juga dapat terjadi pada siang hari saat puasa. Maka, dengan begitu hepar/ liver tidak akan terserang cirrhosis liver [gangguan pada jaringan hati]. Dalam tubuh kita, hati [liver] menempati bagian kanan atas rongga perut. Hati adalah organ tubuh terbesar dengan berat kurang lebih 1,5 kg dan memiliki fungsi yang sangat banyak dan berat. Ia menjalankan lebih dari 500 proses. Hati berperan sangat penting dalam proses pembersihan darah dan sisa-sisa zat hasil reaksi dan sel-sel darah mati. Seluruh sari makanan dari usus akan melewati hati, dan hati mengatur jumlah keperluan yang akan diedarkan ke seluruh tubuh. Kelebihan asam amino dan glukosa akan disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Hati juga memproduksi cairan empedu yang diperlukan untuk memecahkan senyawa lemak, sehingga dapat dicerna dan diserap usus. Hati yang merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh itu memiliki fungsi antara lain, sebagai kelenjar ekskresi, menghasilkan cairan empedu, tempat menyimpan gula dalam bentuk glikogen, membentuk maupun merombak zat protein tertentu dan sel darah merah [proses metabolisme], dan sebagai detoksifikasi [menetralisir racun yang ada]. Manfaat lain, tidak akan ketimpangan fungsional karena tidak terbentuknya materi yang dapat mengalihkan lemak darinya, yaitu lemak yang bertumpuk-tumpuk, yang pembentukannya dapat dihindari karena mengosongkan perut atau memakan makanan yang tidak berlemak.
Dr. Bahar Azwar, Sp.B.Onk., dalam bukunya, Puasa Menurut Ilmu Kesehatan, menyebutkan bahwa puasa berfungsi sebagai pembersihan tubuh. Di saat tubuh kekurangan energi karena puasa, maka otak yang paling banyak membutuhkannya mulai bereaksi. Rangsangannya memaksa kelenjar pangkreas mengeluarkan hormon glucagon. Ia bekerja membakar glikogen yang tersimpan dalam hati menjadi glukosa. Energi tercukupi dan hati menjadi ringan. Bila masih belum cukup, dimulailah pembakaran lemak yang menumpuk di berbagai bagian tubuh, seperti pembulu koroner yang mendarahi jantung, hati, usus, dan ginjal. Bersama dengan pengurangan bebannya, organ-organ tersebut bertambah kuat. Sesak napas akan berkurang. Usus akan lebih bergairah. Buang air besar menjadi lancar. Selain itu, berat badan akan berkurang dan tubuh menjadi enteng. Lebih jauh, Dr. Bahar menyebutkan manfaat puasa, yaitu berkurangnya lemak dan kolesterol sehingga mencegah penyakit jantung, pikiran menjadi tenang, pekerjaan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh menjadi ringan, tekanan darah yang tinggi akan berkurang, sehingga sakit kepala yang dapat diakibatkannya akan hilang. Beban ginjal yang mengeluarkan racun-racun tubuh dalam air kemih juga berkurang, sakit pinggang karena ginjal akan berkurang, terjadi pembaruan sel organ-organ tubuh [jantung semakin muda, napas menjadi lapang, ginjal hemat, dan lain-lain, semuanya akan menghambat ketuaan].
Dari sini dapat dipahami bahwa aktivitas puasa [Ramadhan dan puasa sunah lainnya] mampu mencegah dan membersihkan kandungan lemak dalam hati [hepar/ liver]. Sehingga, puasa mampu meningkatkan kinerja hati dalam menetralisir toksin [racun-racun] yang masuk ke dalam tubuh. Bahkan Hippocrates, yang dianggap sebagai bapak kesehatan modern, menyebutkan, “If you feed a cold you will have to starve a vefer” [jika kamu merasa demam, sebaiknya kamu berspuasa]. Begitu juga Benyamin Franklin menyebutkan, “The best of all medicine are rest and fasting” [obat terbaik dari segala obat adalah istirahat dan puasa].
Jika suatu penyakit ditemui, ada cara jitu yang dapat diambil untuk mengurangi lamanya dan gejala rasa sakit. Kunci dalam permasalahan ini adalah menopang dan mendukung kemampuan tubuh dalam detoksifikasi. Cara ini merupakan langkah terbaik untuk dilaksanakan yaitu melalui puasa [fasting] dan istirahat fisik. Puasa pada intinya adalah “istirahat kimiawi” [chemical rest] bagi organ dalam. Dengan penyederhanaan makanan, hal itu akan mempermudah proses detoksifikasi organ utama, ginjal dan hati, dan sekaligus mempercepat proses itu.
Herbert M. Shelton, penulis buku The Higienic System, menyebutkan bahwa keuntungan yang didapatkan setelah melakukan fasting ‘puasa’ [yang membedakan dengan starving ‘kelaparan’] adalah sebagai berikut. Pernapasan yang selama berpuasa telah begitu ofensif menjadi bersih dan manis, lidah menjadi bersih, temperatur tubuh yang tidak normal menjadi normal, denyut nadi menjadi normal waktu dan iramanya, reaksi kulit dan reaksi organ lainnya menjadi normal, bau yang tidak sedap di mulut menjadi berhenti, air ludah menjadi normal, mata menjadi terang dan penglihatan mata menjadi meningkat, air seni menjadi bersih, … puasa adalah sebuah proses pembersihan dan sebuah istirahat fisiologis yang menyiapkan tubuh untuk kehidupan masa datang yang lebih baik.
Begitu juga dalam situs Anti Aging, disebutkan tentang manfaat puasa dalam mencegah dan menyembuhkan infeksi, “Puasa telah menunjukkan adanya peningkatan respon kekebalan [immune] untuk menghindarkan dan menghapuskan infeksi. Para peneliti menyatakan bahwa setelah berpuasa selama 14 hari, maka kandungan immunoglobin dalam tubuh meningkat bersamaan dengan meningkatnya monocytes dan lymphocyte. [Monocyte/monosit adalah sejenis leucosit dengan satu inti, bersifat fagositik [mampu menelan dan menghancurkan bakteri, benda asing]: limfosit adalah sejenis leucosit dengan inti tunggal tak bersegmen, berperan dalam proses kekebalan].”
Berkaitan dengan infeksi pula, Dr. Otto Buchinger, seorang dokter di Jerman, menyebutkan bahwa jika ada orang yang tengah menderita radang selaput paru, telinga dan bisul, kesembuhannya akan lebih cepat bila orang tersebut berpuasa. Puasa juga mempengaruhi hati atau hepar. Setelah glikogen habis, maka hati meruntuhkan lemak sehingga kinerja hati menjadi lebih baik.
Puasa yang teratur dan terjadwal, sebagaimana puasa satu bulan di bulan Ramadhan yang terjadwal setiap tahun, mampu membuat pelakunya mempunyai ketahanan/ imunitas yang optimal. Sehingga, aman dari ancaman penyakit dan epidemi dibandingkan orang yang tidak berpuasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Dokter Tilden, yang mengatakan, “Semua penyakit yang akut dapat dicegah jika diantisipasi dengan puasa, dengan jangka waktu yang cukup. Hal tersebut mampu menurunkan akumulasi toksin di bawah batas toleransi. Suatu antisipasi puasa mampu membentuk suatu kekebalan yang dapat bertahan dari segala penyakit. Jika suatu kasus epidemic [wabah penyakit] terlambat diketahui, maka hal ini akan memperburuk kondisi. Jika hal ini terjadi dalam lingkup kota, maka perlu dianjurkan pada penduduk kota tersebut untuk segera berpuasa selama beberapa hari, serta melaksanakan petunjuk puasa dengan sungguh-sungguh. Hal tersebut menyebabkan wabah dapat dikurangi penyebarannya. Dari disiplin medis, berpuasa dipandang sebagai pembatasan konsumsi yang meliputi pembatasan konsumsi zat-zat gizi dalam makanan. Dr. Otto Buchinger melakukan penelitian mengenai puasa. Ia mendirikan sebuah rumah sakit di Jerman. Dalam beberapa resep yang diberikan kepada pasien-pasiennya, sang dokter menyarankan puasa sebagai terapi medis. Menurutnya, tubuh manusia memerlukan zat-zat makanan melalui makanan untuk menyusun sel-sel baru dan tenaga. Oleh karena itu, bila dalam beberapa minggu [4 minggu lebih] tidak menerima zat-zat tadi, terjadi perangsangan. Dapat disimpulkan bahwa dalam berpuasa, seseorang tengah melakukan detoksifikasi [pembersihan dari racun-racun yang bersarang dalam tubuh]. Orang yang berpuasa, telah meruntuhkan zat-zat yang mengganggu, atau yang membuat tubuh menjadi sakit seperti timbunan zat-zat asing, nanah, getah-getah penyakit dan sebagainya. Dengan cepat bahan-bahan tersebut diambil oleh darah untuk dikeluarkan. Dalam keadaan kekurangan makanan, bagian-bagian tubuh yang lemah diruntuhkan. Lalu sisa-sisa runtuhan zat putih telor yang patogis dalam darah orang yang berpuasa jadi biokatalisator yang bekerja biodinamis menyembuhkan. Ini lebih baik daripada pengobatan zat putih telor dari luar. Jika ada orang yang menderita radang selaput paru, telinga dan bisul, kesembuhannya akan lebih cepat bila orang tersebut berpuasa.
Selain itu, puasa juga mempengaruhi darah, suhu, kencing dan mudah beku, sel bertambah. Suhu badan menjadi menurun dari 0,5 hingga 1 derajat. Banyaknya air kencing berkurang dan jadi lebih banyak mengandung darah. Namun, tekanan darah menurun dan denyut nadi melambat menjadi 50 tiap menit, terutama pada jantung yang kuat. Dalam berpuasa, alat pencernaan dan alat peredaran darah beristirahat. Puasa juga mempengaruhi hati atau hepar [lever]. Setelah glikogen habis, maka hati membutuhkan lemak. Mulanya kegiatan membuat empedu bertambah tetapi lama-kelamaan berkurang. Kandung empedu cenderung untuk mengempis dengan keras sehingga kersik, lendir, dan batu-batu keluar bersama kotoran.
Dari berbagai pendapat di atas, terdapat benang merah tentang puasa dan hubungannya dengan kekebalan tubuh dan kesehatan. Hal inilah yang akan menjadi perisai bagi setiap orang yang mengamalkannya. Bahwa orang-orang yang berpuasa Ramadhan [juga puasa sunah], dan disertai shalat malam, maka seluruh sel organ [hati, jantung, paru-paru, darah, mata, telinga, dll.] di dalam tubuhnya yang telah aus akan berganti dengan sel-sel baru, sehingga laksana seorang bayi yang baru lahir. Sel-sel yang baru tersebut menyebabkan kinerja organ tubuh bertambah baik dan mampu bertahan dari segala serangan penyakit [kebal]. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad mengisyaratkan tentang bergantinya organ laksana organ bayi yang baru dilahirkan, “Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunahkan shalat di malam harinya. Barang siapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap pahala [keridhaan] Allah, maka ia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.” Dari sini, kita harus menyatakan bahwa puasa adalah kebutuhan. Ke sinilah pengertian penggalan surat Al-Baqarah: 183 pada bagian awal pembicaraan bahwa puasa tidak harus merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah, tetapi manusia itu sendiri akan mewajibkannya atas dirinya.
Untuk memudahkan ingatan kita pada manfaat luar biasa puas, di sini penulis uraikan kembali kesimpulan penelitian para dokter ahli di bidang puasa sebagai berikut:
· Puasa Ramadhan berfungsi: mencapai iman dan takwa [Al-Baqarah: 185].
· Puasa Ramadhan dan puasa Sunah berfungsi: tubuh menjadi sehat, perisai tubuh/junnah [pelindung/kekebalan tubuh] [Nabi Muhammad Saw.].
· Setelah 7 hari puasa dan seterusnya, berfungsi: sel darah putih meningkat pesat [Universitas Osaka, Jepang].
· Puasa Ramadhan berfungsi: memperbaiki optimalisasi fungsi liver, yang menambahinya dengan fatty acid dan amino organic selama rentan waktu antara buka puasa dan sahur, sehingga kemudian membentuk inti protein, cairan phosphate, cholesterol, dan lain-lain untuk pembentukan sel-sel baru [Dr. Abdul Jawad Al-Shawi].
· Puasa 2 sampai 14 hari, puasa selama 7 sampai 10 hari berfungsi: detoksifikasi; sangat efektif untuk tujuan pembersihan bagian dalam, regenerasi sel, dan peremajaan tubuh [Andang Gunawan].
· Puasa Ramadhan berfungsi: bertambahnya sel darah putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker yang bersarang pada tubuh, memiliki daya tahan dan kekebalan tubuh yang meningkat [Ahmad Syarifuddin].
· Puasa berfungsi: menyembuhkan sakit demam [Hippocrates].
· Puasa 7 sampai 10 hari berfungsi: penambahan sel darah putih pesat sekali [Universitas Osaka, Jepang].
· Puasa 7 sampai 10 hari berfungsi: Aktivitas NK cell meningkat secara signifikan. Konsentrasi plasma cortisol dan DHEAS juga meningkat secara signifikan [Faculty of Medicine , Kyushu University, Fukuoka, Jepang].
· Puasa berfungsi: sebagai obat terbaik dari segala obat [Benjamin Franklin].
· Puasa berfungsi: menguatkan fungsi detoksifikasi pada organ hati dan ginjal [Natural Immune System Diet].
· Puasa berfungsi: sebagai sebuah proses pembersihan dan sebuah istirahat fisioligis yang menyiapkan tubuh untuk kehidupaan masa datang yang lebih baik [Herbert M. Shelton].
· Puasa dengan jangka waktu yang cukup, berfungsi: mencegah penyakit akut, mengurangi penyebaran epidemi [wabah penyakit] [Dokter Tilden].
· Puasa berfungsi: menjadikan kulit halus dan bersih serta pandangan mata jadi jernih [Dr. R. Cinque].
· Setelah berpuasa selama 14 hari berfungsi: mencegah dan menyembuhkan infeksi, kandungan immunoglobin dalam tubuh meningkat bersamaan dengan meningkatnya monocytes dan lymphocyte [Situs AntiAgingEurope.Com].
· Puasa sebagai terapi medis berfungsi: meningkatkan kinerja hati, menyembuhkan radang penyakit paru, radang telinga dan bisul [Dr. Otto Buchinger].
Kesimpulan di atas memberi wawasan baru tentang penting dan banyaknya hikmah puasa. Itulah hikmah mengapa Allah memberi dorongan besar berupa pahala yang banyak kepada orang yang puasa Ramadhan [termasuk puasa sunah], yaitu agar setiap orang benar-benar melaksanakannya. Allah Swt berkehendak untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman. Maka, barang siapa yang melaksanakannya dengan penuh keimanan akan mendapat rahmat. Bacalah, sebagaimana disebutkan dalam hadis, dari Ubaidah bin Shamit ra, bahwa pada suatu hari menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah Saw bersabda: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Pada bulan itu, Allah akan meliputi kamu dengan menurunkan rahmat, menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu, dan pada bulan itu doa dikabulkan. Allah memandang pada perlombaan kamu pada bulan itu dan membangga-banggakan kamu kepada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah akan kebaikanmu. Sesungguhnya orang yang celaka pada bulan itu ialah orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah.” [HR. Al-Thabrani].
Betapa sudah kita perhatikan sebelumnya bahwa ketika bulan Ramadhan tiba, kaum Muslimin yang imannya rendah pun ikut berpuasa. Kaum Muslimin yang biasanya malas shalat pun menjadi rajin shalat dan ikut berpuasa. Seakan-akan Allah berkehendak untuk memberi rahmat kepada umat ini. Sekali lagi, inilah hikmah yang tersembunyi di balik kata Ramadhan, bahwa kata tersebut mempunyai kata dasar ramadha-yarmudhu-ramadhan yang berarti “panas membakar”. Bukan sekedar membakar sifat-sifat buruk kita, juga bukan sekedar membakar kekuatan-kekuatan setan yang selalu mengganggu manusia, namun ia juga membakar lemak tubuh, virus, bakteri, dan semua penyebab sakit, termasuk radikal bebas [oksidan]. Radikal bebas adalah sebuah molekul atau lebih yang kehilangan elektron, sehingga cenderung merebut [merusak] elektron dari molekul-molekul di sekitarnya, yang merupakan bagian penyusun dari sel atau jaringan tubuh. Dalam waktu lama, kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas akan menjadikan tubuh seseorang semakin layu, kusut menua, serta sering terserang penyakit.
Maka berangkat dari pemahaman itu, tiap kita membutuhkan benteng/perisai tubuh. Benteng/perisai terhadap panas membakar Ramadhan hanya dimiliki oleh orang yang beriman yang mengamalkan puasa Ramadhan [termasuk puasa sunah]. Inilah buah kesabaran orang-orang yang benar-benar beriman. Sebuah hadis qudsi menyebutkan bahwa, “Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya ganjaran,” dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman-Nya: “…Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [QS. Al-Zumar: 10]. Berkaitan dengan ayat ini, M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa orang sabar yang dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara puasa dengan kesabaran. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan orang yang sabar adalah orang yang berpuasa di bulan Ramadhan [juga termasuk puasa sunah]. Bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang ahli puasa, karena mereka memiliki pengendalian diri sehingga merekalah yang akan mendapat rahmat [termasuk kesehatan]. Bahwa Allah sendiri yang akan terjun menyelamatkan mereka karena kesabarannya. “Dan mintalah pertolongan [kepada Allah] dengan cara sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian ini berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” [QS. Al-Baqarah: 45]. Akan tetapi, bagaimanapun beratnya, “Berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui [cerdas].” [QS. Al-Baqarah: 184]. Bila merenungkan semua isi tulisan ini, masya Allah, terjawab sudah benang merah kebenaran Alquran dan hadis Rasulullah Saw. Maha Benar Allah yang telah menurunkan Rasul-Nya dengan kebenaran, dan berbahagialah orang yang beriman dan beramal shaleh. Ayo berpuasa, jika Anda ingin disayang oleh Allah dan jika Anda menyayangi diri Anda. Gunakan kesempatan, jangan tunda amal Anda. Selamat berpuasa! [Edisi Pebruari 2010].
MENGAPA HARUS SUJUD ?
[Shalat adalah Media Kesehatan]
Oleh: Drs. Abdurrachman, MA.
UMAT Islam dalam kesehariannya diperintahkan untuk menegakkan
shalat, minimal 5 kali. Shalat yang 5 kali itu wajib dilakukan karena
shalat mengandung hukmah yang luar biasa, di antaranya membangkitkan
kinerja fisik yang berujung pada menyehatkan jiwa dan raga manusia. Hal
ini dapat dibuktikan secara ilmiah melalui riset yang dilakukan
betkali-kali. Perintah shalat yang menjadi kewajiban buat manusia itu
bukan untuk Allah, namun diperuntukkan kepada manusia, karena manusia
pada hakikatnya membutuhkan shalat. Untuk membuktikannya, lihat kalimat
lanjutan dari tulisan ini.
Manusia ditakdirkan Allah untuk hidup di muka bumi. Ini bukan hanya
kebetulan, namun deprogram oleh Allah dan Allah pasti mengetahui cara
menyelamatkan umat manusia dari aneka ancaman. Di antaranya adalah
ancaman penyakit dan kepunahan. Dengan demikian, maka Allah menjadikan
bumi sebagai “rumah kediaman” yang layak huni bagi manusia. Salah satu
yang dipersiapkan Allah bagi “rumah kediaman” manusia itu adalah
diberikannya magnet kepada bumi untuk keseimbangan hidup manusia. Riset
ilmiah menyatakan bahwa bumi kita mengandung magnet yang optimal bagi
manusia. Medan magnet bumi sangat lemah bila dibandingkan medan magnet
yang sering dimainkan anak-anak, sehingga tidak berbahaya, bahkan
bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu, manusia setiap hari mesti
menge-charge/ mengisi ulang medan magnet di tubuhnya. Pengisian ulang
tersebut harus [wajib] dilakukan setiap hari minimal 5 kali, yaitu
dengan melaksanakan Shalat Lima Waktu [dalam shalat lima waktu terdapat
34 kali posisi sujud], karena di dalam amalan shalat sebagai bentuk
ibadah kita kepada Allah, terkandung hikmah yang luar biasa. Di
dalamnhya ada gerakan sujud, yaitu gerakan ketika dahi seorang hamba
Allah disentuhkan ke tanah/ bumi sebagai bentuk kepasrahan dan
ketertundukan hamba kepada Allah.
Ketika kita berada pada posisi sujud inilah terkandung hikmah
“pengisian radiasi medan magnet pada aliran darah [termasuk zat besi
dalam darah] di kepala” sehingga membantu aliran darah ke seluruh organ
tubuh, unsur-unsur besi di dalam tubuh dan darah bisa bekerja optimal
karena terinduksi magnet bumi. Unsur besi ini akan lincah bergerak
karena adanya magnet. Kelancaran aliran darah membuat kita semakin
bergairah, stamina meningkat, kelelahan berubah menjadi kegembiraan.
Bukankah teladan kita, Rasulullah Saw pernah bersabda, “Ju’ilat qurratu
‘ainin fish-shalaah” [Penyejuk mataku adalah ketika berada dalam
shalat]. Hal ini mengandung maksud bahwa shalat adalah media istirahat
bagi Rasulullah, sehingga mata menjadi sejuk. Mata yang sejuk adalah
refleksi dari hati yang damai, tenteram. Apa yang tampak pada mata kita
merupakan cerminan keadaan hati kita. Bagi Rasulullah, aktivitas shalat
mampu menjadikan normalnya peredaran darah sehingga tubuh menjadi
bergairah, kelelahan menjadi hilang. Jika sebuah urusan membuat
Rasulullah bingung, maka dia segera memanggil Bilal, “Wahai Bilal,
dirikanlah shalat dan hiburlah kami dengannya.” Oleh sebagian dari kita
kadang-kadang shalat justeru masih menjadi beban. Mari kita perbaiki
iman, agar perintah-perintah Allah benar-benar menjadi media “makanan”
bagi jiwa kita sehingga semua perintah Allah menjadi kesenangan bagi
kita.
Bagaimana halnya bila manusia tidak bersedia sujud kepada Allah,
maka ia akan kekurangan medan magnet [unsur besi dalam darah jadi loyo].
Manusia yang tidak mau sujud kepada Allah, pasti dan pasti akan terasa
sempit hidupnya, pelupa, banyak masalah, gelisah yang pada akhirnya
menimbulkan banyak penyakit [stres, kanker, darah tinggi, stroke/
penyumbatan darah di otak, sukar tidur, dll.] Oleh karena itu,
Rasulullah Saw menganjurkan shalat lima waktu bagi umatnya. Rasulullah
bersabda, “Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya adalah
manakala si hamba itu bersujud. Maka perbanyaklah doa pada waktu sujud
itu.” [HR. Muslim, Abu Dawud, dan Al-Nasa’i, dari Abu Hurairah].
Ketika terlupa dalam shalat, maka dianjurkan untuk bersujud [sujud
sahwi] pada akhir shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadis, “bagi
tiap-tiap kelupaan itu, dua sujud.” [HR. Abu Dawud]. Dalam kasus “lupa,”
terdapat tradisi sunah dalam ritual shalat bahwa ketika seorang hamba
terlupa dalam shalatnya, maka dianjurkan menambah sujud dua kali setelah
salam. Lupa terjadi karena berkurangnya aliran darah ke kepala [otak]
sehingga kinerja memori otak jadi lambat, maka dengan menambah amalan
sujud, terkandung hikmah bahwa aliran darah di kepala perlu mendapat
gelombang magnetik yang dipancarkan tanah/ bumi, sehingga menjadikan
darah lancar, dan manusia tersebut tidak lupa lagi. Manusia yang tidak
bersedia shalat berarti dia lupa pada Allah, maka karena amalannya itu,
Allah menjadikan manusia itu lupa pada dirinya sendiri, gila, hilang
ingatan, sehingga Allah pun lupa kepadanya. Inilah malapetaka yang
paling berbahaya di antara aneka musibah yang pernah diturunkan ke muka
bumi.
Bila manusia dihinggapi beragam masalah yang dihadapi melebihi
ambang batas kekuatan daya tampungnya, dan itu berbahaya bagi manusia,
karena yang akan terjadi adalah kepala jadi pusing, jantung berdegup
kencang, perut mual, halusinasi, kegelisahan yang amat sangat, dan
lain-lain. Maka, apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi
fenomena ini? Bacalah anjuran Rasulullah Saw yaitu sujud. Dalam amalan
sujud dengan meletakkan dahi ke bumi, maka medan magnet tubuh akan
kembali mejadi normal. Bukankah bumi juga mempunyai sifat penetral Ardhe
dalam istilah elektro [Ardhe berasal dari bahasa Arab, yaitu Ardh=
bumi]. Bacalah hadis, “Sesungguhnya tanah dijadikan untukku sebagai
pencuci/ pembersih.” Dalam konteks ini, bumi berfungsi juga sebagai
“penetral,” dengan kita sentuhkan dahi ke tanah [sujud] maka aliran
magnet di tubuh kita menjadi normal kembali, sehingga selamatlah ia dari
tekanan masalah yang dihadapinya. Selamatlah hamba Allah yang sambil
bersujud membaca “Maha Suci Allah Yang Maha Quddus.”
Bumi tempat kita berpijak memiliki “al-Qadr,” yaitu ketentuan yang
diberikan Allah kepadanya yang mampu menetralisir gelombang apa pun yang
memasuki tubuh manusia. Siapa yang sujud, maka ia akan selamat, dan
orang yang tidak mengenal tradisi sujud/ shalat, maka ia akan binasa.
Perlu diingat bahwa gelomnbang elektromagnetik mampu menembus lapisan
apa saja, mampu menembus dinding rumah kita, medan magnet mampu menembus
substansi bukan magnet, menembus tulang tengkorak kita. Terhadap
fenomena ini, Kitab Injil Perjanjian Baru juga mnyebutkan bahwa orang
yang selamat ketika terjadi hantaman meteor ke bumi adalah orang-orang
ahli sujud, yaitu orang-orang yang mempunyai materai [tanda] Allah di
dahinya. Dalam hal ini adalah tanda sujud di dahi [fenomena materai/
tanda sujud ternyata hanya dimiliki kaum Muslimin karena amalan shalat
mereka]. Injil Kitab Wahyu 9: 1-6 menyebutkan: “Lalu malaikat yang
kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh
dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lubang
jurang maut. Maka dibukanyalah pintu lubang jurang maut itu, lalu
naiklah asap dari lubang itu bagaikan asap dari tanur besar, dan
matahari dan angkasa menjadi gelap oleh asap lubang itu. Dan dari asap
itu berkeluaranlah belalang-belalang ke atas bumi dan kepada mereka
diberikan kuasa sama seperti kuasa kalajengking-kalajengking di bumi.
Dan kepada mereka dipesankan, supaya mereka jangan merusak rumput-rumput
di bumi atau tumbuh-tumbuhan atau pepohonan, melainkan hanya manusia
yang tidak memakai materai Allah di dahinya.” Materai yang dimaksud
tidak lain kecuali bekas sujud yang dilakukan oleh kaum Muslimin ketika
sujud. Maka orang yang selalu sujud [shalat] akan terhindar jauh dari
bahaya, seperti ditegaskan sebelumnya. Jelas sekali bahwa shalat memberi
perlindungan bagi setiap pelakunya.
Sebenarnya, setiap hari kita mendapatkan gelombang magnet yang
berasal dari bumi. Gelombang tersebut berada dalam ambang batas yang
diperlukan bagi kehidupan manusia. Bila manusia kekurangan magnet
[defisiensi magnet], dari luar [magnet bumi], maka hal itu akan
menimbulkan efek negatif bagi peredaran darah. Kita mesti ingat bahwa
sel-sel darah manusia mengandung unsur besi, yaitu berada dalam
hemoglobin. Unsur besi inilah dengan pengaruh medan magnet bumi,
menjadikan darah manusia mengalir normal. Unsur besi dalam tubuh manusia
inilah yang mampu menerima induksi magnetik, yang dalam skala normal,
induksi magnetik akan berguna bagi manusia. Bila tubuh kekurangan zat
besi, maka manusia akan lesu, lemah tidak bertenaga, bahkan bila
berlarut-larut akan menyebabkan anemia [kekurangan darah]. Maka,
sepantasnyalah bila kita memuji Allah, “Maha Suci Allah Yang menurunkan
besi [al-hadiid] untuk kita semua.” Sebagaimana firman-Nya: “…Dan Kami
menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi
manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong [agama]-Nya dan
rasul-rasul-Nya, walaupun [Allah] tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah
Maha Kuat dan Maha Perkasa.” [QS. Al-Hadid: 25].
Ayat Alqur’an di atas menyebutkan bahwa besi mempunyai banyak
manfaat bagi manusia, selain bermanfaat dalam dunia industri juga
bermanfaat bagi kelangsungan organ tubuh manusia. Dr. Clifford R.
Anderson, M.D. dalam bukunya, Modern Ways to Healt, menyebutkan,
“Mineral lain yang amat penting adalah besi, karena termasuk dalam
reaksi hidup yang paling utama. Tanpa zat ini kita tidak dapat hidup
sesaat pun. Zat besi sangat penting untuk keselamatan seluruh bagian
tubuh.” Kandungan zat besi dalam tubuh kita, yang terbanyak terletak di
dalam sel darah merah, di mana terbentuk hemoglobin. Inilah zat merah
yang memberi warna darah. Hemoglobin berfungsi mengalirkan oksigen ke
seluruh jaringhan tubuh dan menjaga kelanjutan hidup kita. Tiap-tiap sel
darah mengandung 250 juta molekul hemoglobin dan satu miliar atom besi.
Zat-zat besi yang dibawa sel darah merah inilah yang mengalir ke
seluruh tubuh, sehingga setiap sel organ tubuh dapat menjalankan
tugasnya dengan normal. Maka, betapa bahayanya bila tubuh kita
kekurangan zat besi. Zat besi dapat kita peroleh dari makanan yang
mengandung zat besi yaitu telur, kentang, sayuran hijau, biji-bijian
yang masih berkulit ari, dan lain-lain.
Perpaduan unsur besi [hadiid] dalam darah manusia dan pengaruh medan
magnet bumi, menjadikan peredaran darah berjalan lancar. Bila
kekurangan medan magnet, maka manusia akan mengalami sindrom Defisiensi
Magnet yang mengakibatkan kekakuan pada bahu dan leher, muncul
kegelisahan, kepala terasa berat dan pusing, kesulitan tidur serta
kelelahan. Dr. Ulrich Warnke, M.D, dalam tulisannya yang berjudul Magnet
to Overcome Pain, The New Healing Method, mengatakan, “Magnetic energy
has a beneficial effect on blood circulation, lymph flow, hormone
production, nerves and muscles.” [Energi magnetik mempunyai suatu efek
yang bermanfaat terhadap peredaran darah, aliran getah bening, produksi
hormon, jaringan saraf, dan otot-otot]. Begitu juga sebaliknya, bila
medan magnet terlalu besar, maka hanya akan membahayakan kehidupan
manusia.
Dari pembahasan di atas, terdapat benang merah antara kesehatan
manusia dengan shalat. Darah manusia yang mengandung zat besi tersebut
akan lancar sirkulasinya manakala terinduksi oleh magnet bumi. Hal ini
dapat diwujudkan melalui shalat [sujud]. Maka shalat yang disyariatkan
oleh Allah kepada kaum Muslimin tersebut bertujuan untuk menyelamatkan
manusia dari aneka ragam kelesuan. Sesuai dengan namanya, Islam artinya
selamat, dan tiang agama Islam adalah shalat, maka shalat mengandung
keselamatan yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Memang Islam
diturunkan buat seluruh manusia. Anda ingin selamat? Jalan yang harus
Anda tempuh adalah membangun shalat. Sekian, Hayya ‘alash shalah! [Edisi
Pebruari 2010].
Langganan:
Postingan (Atom)